Metode Pendidikan Paripurna Rasulullah SAW

(Memaknai Maulid Nabi Muhammad SAW)

Oleh: Yusuf Hasan

Fraksi-PKS Online: “Muhammad merupakan seorang pendidik yang membimbing manusia menuju kemerdekaan dan kebahagiaan yang lebih besar” (Robert L. Gullick Jr. dalam bukunya Muhammad, The Educator)

Sepanjang sejarah dunia, Islam telah terbukti membangun peradaban manusia yang gemilang. Islam mampu mencerahkan peradaban gelap gulita menuju terang benderang. Dua puluh abad yang silam, Nabi Muhammad SAW datang dengan membawa kabar suka yakni membebaskan manusia dari kejahiliyahan dan kebodohan yang mengitari kehidupan pada zaman tersebut. Penindasan, perbudakan, dan kezaliman-kezaliman yang terjadi. Lahirlah peradaban Islam yang gemilang. Factor paling menentukan ketika itu adalah keimanan dan keilmuan. Tidak ada dikotomi dari keduanya. Keimanan dan keilmuan adalah dua factor mendasar keberhasilan kejayaan Islam.

Pendidikan Rasul: Al Qur’an berjalan
Muhammad lahir dari seorang yang buta huruf. Ia hanyalah seorang penggembala di masa kecilnya. Tetapi tak ada yang menafikan bahwa Muhammad kecil menjelma menjadi sosok manusia agung. Seorang pemimpin politik dan sekaligus pemimpin religius. Lautan keajaiban akan selalu ditemukan ketika membahas Muhammad SAW. Pribadi yang menawan, rendah hati, penyayang, penuh kasih dan cinta. Seorang ahli ibadah meski Allah telah memberikan jaminan surga kepadanya.

Sejarah mencatat Nabi Muhammad SAW telah menanamkan kasih sayang dalam kepemimpinanya. Jelas, bagaimana cara Ia memimpin, berinteraksi dan mendidik pengikutnya. Tak heran, kejayaan Islam pertama di pegang oleh tokoh-tokoh yang tidak diragukan lagi kapabilitasnya. Kita bisa melihat bagaimana preman pasar semacam Umar bin Khatab yang kemudian menjadi kepala negara yang susah dicari tandingannya di masa sekarang atau Khalid Bin Walid menjelma menjadi seorang jendral perang dari hanya seorang jagoan kampung. Dan hamba sahaya semacam Salman Al Farisi yang sebelumnya hanya mengenal cara menanam dan merawat kurma di Madinah bisa menjadi gubernur yang sukses di Persia. Serta  bagaimana pengembala kambing seperti Abdullah bin Mas’ud bisa menjadi ahli tafsir al qur’an?

Baca lebih lanjut

‘Indonesia Bersih’ Bendung Arus Pemikiran Islam Liberal

Masyarakat harus mewaspadai liberalisme yang mencakup kebebasan berfikir tanpa batas, menolak kebenaran dan sikap yang semena-mena dalam beragama

Hidayatullah.com–Puluhan peserta dari berbagai kalangan profesi hadir dalam dialog Membendung Arus Pemikiran Islam Liberal, yang di senggelarakan Indonesia Bersih di warung kopi (warkop) Hidayah, Jl Andi Tonro Raya, tepat depan kampus YPUP Makassar, baru-baru ini.

Dialog yang berjalan interaktif ini, menghadirkan narasumber dari peneliti INSISTS yang merupakan penulis sekaligus dosen IIU Malaysia, Dr Syamsuddin Arief MA. Sejumlah mahasiswa dari lintas kampus di Makassar. Sejumlah akademisi juga hadir.

Selain itu dihadirkan pula, pembanding yang berasal dari ketua KPID Sulsel yang juga dosen Unhas, Azwar Hasan Msi.

Dialog ini dibuka oleh moderator, Ilham Kadir. Dalam beberapa uraian yang dipaparkan Syamsuddin, liberalisme mencakup tiga hal, yang pertama menurutnya adalah kebebasan berfikir tanpa batas (free thinking). Kedua, selalu meragukan dan menolak kebenaran (sophisme), dan yang ketiga adalah sikap yang semena-mena dalam beragama (no commitment and free exercise of religion).

Indonesia Bersih

Baca lebih lanjut

Hermeneutika Membahayakan Akidah Umat

Belum pernah Orientalis mengatakan, Al-Quran merupakan perangkap Quraisy. Tapi “murid-muridnya” di Indonesia sudah berani mengatakannya


Hidayatullah.com—Hermeneutika  sangat berbahaya bagi akidah umat Islam. Hermeneutika ini muncul dan hadir sebagai virus ketika paham liberalisme di Indonesia mulai disosialisasikan oleh beberapa alumnus McGill University di kalangan IAIN.

Mereka secara sengaja, melalui berbagai upaya yang dilakukan secara ilmiah, sangat ingin menyeret umat Islam untuk memahami Al-Quran dengan konsep dan metodologi interpretasi teks yang telah digunakan Barat untuk memahami Bibel.

Demikian disampaikan peneliti dari Institute for the Study of Islamic Thought & Civilization (INSISTS) Jakarta, Dr. Adian Husaini, hari Ahad (17/1), pada “Workshop Tafsir dan Hermeneutika” selama satu hari penuh.

Acara yang bertempat di Masjid Abu Bakar Al-Shidiq Ponpes Husnyain, Jl. Lapan Pekayon No. 25 Jakarta Timur, ini juga menghadirkan nara sumber ahli INSISTS lainnya, yakni  Nirwan Syafrin, MA, Henri Shalahudin, MA, dan Fahmi Salim, MA.

“Liberalisme berkembang pesat di Indonesia sejak kehadiran kafilah yang telah menyelesaikan studinya di McGill University dengan embel-embel gelar dan pengakuan ahli Islam dari Barat. Mereka inilah yang telah mengubah orientasi dan kurikulum IAIN di Indonesia,” jelasnya.

Baca lebih lanjut

Wajibkah MUI Mencabut Fatwa Haramnya Pluralisme?

Pluralisme kembali menjadi perbincangan. Semua media cetak menjadikan pluralisme sebagai berita utama. Pluralisme kembali mencuat terutama setelah Presiden SBY memberikan gelar Gus Dur sebagai “Bapak Pluralisme” yang patut menjadi teladan seluruh bangsa.

Kalangan liberal, salah seorang tokoh aktivisnya, Zuhairi Misrawi, menulis bahwa dalam rangka memberikan penghormatan terhadap Gus Dur sebagaimana dilakukan oleh Presiden SBY akan sangat baik jika MUI mencabut kembali fatwa pengharaman terhadap pluralisme.

Pertanyaannya, bagaimana dengan MUI sendiri yang dalam fatwanya No.7/MUNAS VII/MUI/11/2005 telah dengan jelas-jelas menyebutkan bahwa sekulerisme, pluralisme, dan liberalisme ( sipilis) adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, dan umat Islam haram mengikuti paham tersebut? Lebih penting lagi, bagaimana sesungguhnya pluralisme menurut pandangan Islam?

Baca lebih lanjut

“Islam Progresif” dan Seks Bebas

Akibat logis konsep dekonstruksi kitab suci, bukan aneh dukungan kaum liberal terhadap praktik seks bebas. Baca CAP Adian ke-276

Oleh: Dr. Adian Husaini*

Di antara pegiat “Islam Progresif”, atau “Islam Liberal”, nama Sumanto Al Qurtuby memang sudah bukan asing lagi. Alumnus Fakultas Syariah IAIN Semarang ini terkenal dengan ide-ide liberalnya yang sangat berani. Di sebuah Jurnal yang terbit di Fakultas Syariah IAIN Semarang, Justisia, ia pernah mengusulkan agar sejumlah ayat Al-Quran diamandemen. Belakangan, kaum liberal di Indonesia, semakin terbuka melontarkan wacana perlunya proses ”Desakralisasi Al-Quran”.

Meskipun sudah terbiasa membaca berbagai pendapat liberal dan progresif yang aneh-aneh, tetapi  saya tetap terbelalak dan nyaris tak percaya, ada sebuah tulisan yang secara terbuka mendukung praktik seks bebas, asal dilakukan suka sama suka, tanpa paksaan. Tulisan Sumanto itu berjudul ”Agama, Seks, dan Moral”, yang dimuat dalam sebuah buku berjudul Jihad Melawan Ekstrimis Agama, Membangkitkan Islam Progresif (terbit pertama Oktober 2009). Kita perlu ”berterimakasih” kepada Sumanto yang secara jujur dan terbuka melontarkan ide liberal dan progresif, sehingga lebih mudah  dipahami. Sebab, selama ini banyak yang mengemas ide ”Islam progresif” dan ”Islam liberal”  dengan berbagai kemasan indah dan menawan, sehingga berhasil menyesatkan banyak orang.

Baca lebih lanjut

Turki dan Sumpah Palsu Seorang Dokter

Mungkin ini efek dari pernyataan Syeikh Tantawi di Al-Azhar, Mesir. Mungkin juga karena Tukri memang negara yang sekular, dan rakyatnya tak memegang Islam dengan benar. Seorang wanita tua di kota Eskisehir ditolak dalam pemeriksaan medis oleh dokter, karena memakai jilbab.

Fatma Arduc, 69, dilarikan ke pusat kesehatan swasta karena sakit perut, tetapi, katanya, bukannya mendapatkan pemeriksaan medis, ia dihadapkan pada sebuah pertanyaan dari Dokter wanita, yang memeriksanya: "Mengapa Anda tertutup begini?"

Wanita tua itu menjawab dengan mengerutkan kening, "Ini adalah pakaian yang biasa kami kenakan." Gulsen Y., sang dokter, malah memintanya untuk membawa kartu identitas. Artuç kembali ke rumahnya mengambil kartu identitas. Melihat foto di KTP yang menunjukkan kepalanya tertutup, kali ini si dokter menyatakan bahwa gambar pada KTP dan kartu sehat Artuc tidak menyerupai dan ia kemudia menolak pemeriksaan medis wanita tua itu.

Baca lebih lanjut

‘Sepilisasi’ dan Nativisasi Ancaman Peradaban Islam di Indonesia

Adian Husaini meraih gelar doktor. Tetap semangat “melawan” ‘virus’ sekularisme, liberalisme, dan pluralisme

Hidayatullah.com– Bahaya “virus” sekularisme, liberalisme, dan pluralisme (sering disingkat Sepilis) menjadi ancaman semua agama dan Negara. Sebab, virus-virus tersebut akan mencerabut sendi agama, budaya, dan nilai sebuah negara.

Liberalisme atau biasa disebut freedom yang diusung fremasonry misalnya, telah menjadikan Amerika pada titik kebebasan. Dibuktikan dengan adanya patung liberti. Padahal hal itu secara tidak langsung mengancam proses keberagamaan dan kultur Amerika itu sendiri.

Tak pelak, usaha-usaha “sepilisasi” yang dilakukan para kolonial Belanda juga telah lama terjadi di Indonesia. Dan sekarang terjadi dengan modus yang lebih canggih. Demikian salah satu paparan Adian Husaini dalam acara tasyakur dan orasi ilmiah Adian Husaini di Aula Al Furqan DDII pada Sabtu, (18/4).

Sebagaimana diketahui, Adian Husaini baru-baru ini telah berhasil meraih gelar doktor bidang peradaban Islam di International Institute of Islamic Thought and Civilization International Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM)..

Menurut pria yang rutin menulis di rubrik Catatan Akhir Pekan (CAP) Adian di situs http://www.hidayatullah.com ini, tujuan dari sepilisasi salah satunya adalah pemurtadan atau Kristensisasi (evangelisasi) dengan jalan yang sangat halus.

Baca lebih lanjut

Bentengi Pesantren dari Bahaya Sepilis! (2)

BKsPPI Tolak Buku Liberal.Inilah tragedi keilmuan di lembaga pendidikan Islam, khususnya di pesantren.Oleh: Adhes Satria

Jakarta- Menurut Adian Husaini saat menyampaikan makalahnya yang berjudul “Bahaya Liberalisasi Pendidikan Islam”, banyak yang tidak menyadari, bahwa sejak beberapa puluh tahun lalu, telah dilakukan proses liberalisasi pendidikan Islam secara sistematis melalui sistem perubahan metode studi Islam di Perguruan Tinggi di Pondok Pesantren.

Salah satu caranya, adalah mengirim dosen dan guru agama secara besar-besaran untuk belajar Islam di pusat-pusat studi Islam di Barat.

Hasilnya, kini para alumni, telah berhasil menancapkan kukunya di perguruan-perguruan tinggi Islam di Indonesia, termasuk pesantren sebagai targetnya. Pada Januari 2008 lalu, para alumni Studi Islam McGill University menerbitkan sebuah buku berjudul ‘Paradigma Baru Pendidikan Islam’.

Disamping merupakan rekaman implementasi IAIN Indonesia Social Equity Project (IISEP) 2002-2007. Buku ini melaporkan keberhasilan proyek westernisasi studi Islam di Perguruan Tinggi

“Secara sistematis, metode studi Islam telah diubah mengikuti sistem dan paradigma Barat, dengan dalih menerapkan metode ‘objektif ilmiah’. Hasilnya, tidak sedikit yang belajar Islam, kemudian menjadi bingung dan ragu-ragu terhadap Islam. Bahkan banyak sarjana muslim secara terang-terangan menghujat Islam,” kata Adian.

Baca lebih lanjut