Hukum Meminta-minta Karena Cacat

Oleh: Ustadz Sigit Pranowo, Lc. al-Hafidz

assalamu’alaikum wr wb

Bagaimana hukum meminta-minta ( cacat fisik ) yang selanjutnya dijadikan sebagai mata pencaharian.

Jazakumullah kasiran

Wassalamu’alaikum wr wb

muda

Jawaban:

Baca lebih lanjut

Kerusuhan: Yuk Evakuasi Al-Azhar ke Indonesia

Oleh: Ahmad Sarwat, Lc.

Kalau tidak ada kepastian kapan situasi akan membaik dan kapan perkuliahan bisa dimulai lagi, lantas bagaimana dengan nasib 5000-an mahasiswa kita di Al-Azhar Mesir? Apakah mereka harus DO begitu saja dan putus kuliah?

Memang SBY menjanjikan bahwa bila nanti situasi sudah aman, para mahasiswa kita akan difasilitasi negara untuk bisa meneruskan kuliah kembali. Tetapi siapakah yang bisa memegang janji seorang SBY?

Maka tidak salah kalau saat ini kita sudah harus berpikir lebih jauh, yaitu mengapa kita tidak mendirikan saja Al-Azhar di Indonesia, sebagaimana Universitas Al-Imam Muhammad Ibnu Suus Al-Islamiyah yang buka cabang di Jakarta, menjadi LIPIA.

Sehingga akan memudahkan proses belajar mengajar. Para mahasiswa kita tidak perlu terbang jauh-jauh sampai ke Mesir, cukup para dosen dari Al-Azhar saja yang kita `transfer` ke negeri kita.

Kalau pelatih dan pemain bola saja bisa kita beli dari luar negeri, masak sih kita tidak bisa membiayai para ulama, profesor atau doktor dalam ilmu-ilmu keislaman?

Baca lebih lanjut

Jelang Valentine, Ortu Diimbau Waspada

Jelang Valentine, Ortu Diimbau Waspada

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Generasi muda Islam di Tanah Air diimbau tidak mudah latah mengikuti tren perayaan Valentine Day yang kerap disalah artikan sebagai hari kebebasan bagi pasangan muda-muda.

Ketua Pimpinan Pusat Aisyiyah Muhammadiyah, Masyithoh Chusnan, kepada Republika, di Jakarta, Jumat (11/2), mengatakan bagi kalangan yang mempunyai latarbelakang agama dan wawasan yang kuat tradisi tersebut penting dihindari. Tradisi tersebut memiliki latarbelakang sejarah, ideolog, dan filosofi yang berseberangan dengan agama.

Apalagi, perayaan valentine, kata Masyithoh, oleh sebagian remaja disalahpahami sebagai momen kebebasan, bersuka ria, dan bersenang-senang. Bahkan, sering digunakan ajang berkhalwat dengan pasangan non Muhrim.

Ironisnya, sebagian orangtua tidak memahami dampak dan resiko tersebut dengan memberikan izin dan kesempatan bagi anak mereka. ”Dengan persetujuan orang tua seakan anak punya hak dan kesempatan bertindak bebas,”kata dia

Oleh sebab itu, kata Masyithoh, para orangtua diminta mengawasi anak agar tak terjerumus dalam hal yang dinistakan agama. Belajar dari pengalaman Malaysia, langkah pemerintah setempat patut dihargai lantaran melakukan razia bagi pasangan muda mudi non Muhrim yang merayakan valentine.

Red: Stevy Maradona
Rep: Nashih Nasrullah

Sumber: Republika OnLine

“Kultwit” tentang Ghazwul Fikriy oleh Akmal Sjafril

“Kultwit” merupakan salah satu istilah yang sering digunakan di kalangan pengguna Twitter di Indonesia, yang merujuk pada “Kuliah Twitter”. Kultwit merupakan serangkaian “tweet” berkesinambungan yang digunakan untuk saling berbagi wawasan, pengetahuan, atau pemikiran mengenai topik tertentu.

Berikut ini saya tampilkan isi kultwit tentang Ghazwul Fikriy (Perang Pemikiran), yang dituliskan oleh Akmal Sjafril pada tanggal 28 Januari 2011 melalui akun twitter beliau (@malakmalakmal) dengan menggunakan hashtag #GhazwulFikriy. Selamat membaca, mudah-mudahan Allah menambahkan ilmu yang barokah bagi kita semua 😉

01. Kemarin sy menjadi narasumber di Radio Dakta. Temanya ttg sikap aktivis dakwah thd #GhazwulFikriy

02. Sebagian dr yg sy sampaikan di situ sudah tercantum dlm buku #IslamLiberal101. #GhazwulFikriy

03. Saya yakin banyak yg sdh kenal #GhazwulFikriy. Artinya kurang lebih: Perang Pemikiran.

04. Keterlaluan kalau ada aktivis dakwah yg tdk tahu #GhazwulFikriy. Sebagian harakah menjadikannya bahasan khusus dlm kaderisasi.

05. Tapi kalau soal menerjunkan diri ke dlm kancah #GhazwulFikriy, jawabannya bisa macam2.

06. Dr pengalaman, banyak yg enggan terjun dlm #GhazwulFikriy. Misalnya dlm masalah Islam liberal.

Baca lebih lanjut

Akmal Sjafril: JIL Membidik Masyarakat Awam

Islamedia – Sejak awal didirikannya (sekitar Maret 2001), Jaringan Islam Liberal sudah menuai protes umat dan ulama. Tulisan dedengkot JIL, Ulil Abshar Abdala, yang berjudul “Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam” dimuat di Kompas pada 18 September 2002, dinilai sebagai suatu pelecehan kepada syariat Islam. Artikel itu telah menghadirkan kecaman luar biasa datang dari ulama. Bahkan yang lebih ekstrim lagi, sempat terdengar adanya fatwa hukuman mati kepada Ulil.

Pemikiran Islam liberal ini menghadirkan polemik tak berkesudahan. Hingga akhirnya pada Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan Keputusan Fatwa dengan nomor 7/MUNAS VII/MUI/II/2005, tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme Agama. Dalam fatwa itu MUI menyatakan umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme Sekularisme dan Liberalisme Agama.

Di tanah air, lahir gerakan-gerakan untuk menangkis serangan pemikirian islam Liberal. Sebut saja salah satunya adalah INSISTS yang rutin menggelar kajian setiap pekan. Dari INSISTS ini, hadir seorang anak muda yang turut memberi kontribusi terhadap penangkalan pemikiran sesat Islam Liberal. Dialah Akmal Sjafril yang baru-baru ini menulis sebuah buku berjudul “Islam Liberal 101.” Buku ini mendapat sambutan hangat di masyarakat. Setelah buku ini terbit, Akmal Sjafril sering diundang untuk mengisi kajian tentang Islam Liberal di berbagai tempat.

Islamedia mendapat kesempatan mewawancarai sosok potensial yang bisa sejajar dengan Adian Husaini kelak. Berikut ini wawancaranya.

Buku anda cukup diterima di masyarakat. Apa yang melatar belakangi anda membuat buku Jaringan Islam Liberal 101?

Alhamdulillaah, sejauh ini belum ada yang mengaku berat membaca buku Islam Liberal 101. Pembacanya bukan hanya aktivis dakwah, tapi juga mahasiswa, pelajar, pegawai kantoran, ibu rumah tangga, bahkan anak band. Memang buku ini saya dedikasikan untuk saudara-saudara kita yang masih awam dengan wacana pemikiran Islam liberal, namun memiliki ghirah yang kuat. Di dunia maya, para pengusung Islam liberal bisa dengan bebas merajalela. Tapi justru kebebasan itulah yang membuat mereka kebablasan. Karena mereka bicara semaunya saja, akhirnya banyak yang dengan mudah dapat melihat kesesatan pemikiran mereka. Di Twitter, misalnya, telah muncul gelombang penolakan besar-besaran terhadap para aktivis Islam liberal. Memang seorang Muslim yang jujur pasti bisa mendeteksi penyimpangan Islam liberal, hanya saja tidak semua orang bisa menjawab retorika-retorika mereka, dan lebih sedikit lagi yang bisa meresponnya secara elegan. Baca lebih lanjut

Prof. Azyumardi: Pendidikan Islam di IAIN adalah “Islam Liberal”

Rektor UIN Prof Dr Azhar Arsyad MA menerima kunjung an tim CIDASelasa, 25 Januari 2011

Oleh: Dr. Adian Husaini

“Sebagai lembaga akademik, kendati IAIN terbatas memberikan pendidikan Islam kepada mahasiswanya, tetapi Islam yang diajarkan adalah Islam yang liberal. IAIN tidak mengajarkan fanatisme mazhab atau tokoh Islam, melainkan mengkaji semua mazhab dan tokoh Islam tersebut dengan kerangka, perspektif dan metodologi modern. Untuk menunjang itu, mahasiswa IAIN pun diajak mengkaji agama-agama lain selain Islam secara fair, terbuka, dan tanpa prasangka. Ilmu perbandingan agama menjadi mata kuliah pokok mahasiswa IAIN.”

“Jika di pesantren mereka memahami dikotomi ilmu: Ilmu Islam (naqliyah dan ilmu keagamaan) dan ilmu umum (sekuler dan duniawiah), maka di IAIN merekadisadarkan bahwa hal itu tidak ada. Di IAIN mereka bisa memahami bahwa belajar sosiologi, antropologi, sejarah, psikologi, sama pentingnya dengan belajar ilmu Tafsir al-Quran. Bahkan ilmu itu bisa berguna untuk memperkaya pemahaman mereka tentang tafsir. Tetapi, IAIN tidak mengajarkan apa yang sering disebut dengan “islamisasi ilmu pengetahuan” sebab semua ilmu yang ada di dunia ini itu sama status dan arti pentingnya bagi kehidupan manusia.”

Itulah pernyataan Prof. Dr. Azyumardi Azra saat menjabat sebagai Rektor IAIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. Pernyataan itu dimuat dalam buku IAIN dan Modernisasi Islam di Indonesia (2002, hal. 117), yang diterbitkan atas kerjasama Canadian International Development Agency (CIDA) dan Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Islam (Ditbinperta) Departemen Agama.

Pengakuan Profesor Azyumardi Azra tentang corak liberal dan liberalisasi pendidikan Islam di IAIN itu tentu saja menarik untuk kita simak, sebab disampaikan bukan dengan nada penyesalan, tetapi justru dengan nada kebanggaan. IAIN merasa bangga, sebab sudah berhasil mengubah banyak mahasiswanya yang kebanyakan berbasis pesantren/madrasah menjadi mahasiswa atau sarjana-sarjana liberal.

Baca lebih lanjut

Umat Islam Tidak Toleran?

Dalam soal toleransi beragama, antara opini dan fakta memang bisa jauh berbeda. Baca Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian Husaini ke-299

Oleh: Dr. Adian Husaini

PADA 1 Juli 2009, Dr. Marwa El-Sherbini, seorang Muslimah yang sedang hamil tiga bulan dibunuh oleh seorang non-Muslim di Pengadilan Dresden Jerman. Dr. Marwa dibunuh dengan sangat biadab. Ia dihujani tusukan pisau sebanyak 18 kali, dan meninggal di ruang sidang.

Dr. Marwa hadir di sing pengadilan, mengadukan seorang pemuda Jerman bernama Alex W yang menjulukinya sebagai “teroris” karena ia mengenakan jilbab. Pada suatu kesempatan, Alex juga pernah berusaha melepas jilbab Marwa, Muslimah asal Mesir. Di persidangan itulah, Alex justru membunuh Dr. Marwa dengan biadab. Suami Marwa yang berusaha membela istrinya justru terkena tembakan petugas.

Mungkin karena korbannya Muslim, dan pelakunya warga asli non-Muslim, peristiwa besar itu tidak menjadi isu nasional, apalagi internasional. Tampaknya, kasus itu bukan komoditas berita yang menarik dan laku dijual!

Bandingkan dengan kasus terlukanya seorang pendeta Kristen HKBP di Ciketing Bekasi, akibat bentrokan dengan massa Muslim. Meskipun terjadi di pelosok kampung, dunia ribut luar biasa. Menlu AS Hilary Clinton sampai ikut berkomentar. Situs berita Kristen http://www.reformata.com, pada 20 September 2010, menurunkan berita: “Menlu AS Prihatin soal HKBP Ciketing”.

Baca lebih lanjut

2,3 Milyar atau 3,2 Milyar

… dan Allah telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu (QS. 4:113)

Saya mengenal sosok Syafe’i adalah seorang yang rajin beribadah. Di sebuah masjid perkantoran di bilangan Jendral Sudirman Jakarta di mana saya sering bersilaturahmi. Kerap saya dapati Syafe’i selalu pada shaf pertama setiap kali shalat berjamaah dilangsungkan. Dia adalah seorang muslim yang taat, setidaknya itulah sosok yang saya kenal dari diri Syafe’i.

Syafe’i adalah seorang driver yang bekerja lebih dari 20 tahun membawa mobil seorang direktur utama sebuah perusahaan sekuritas di Jakarta. Hal yang membuat Syafe’i disukai dalam tugasnya ini antara lain karena sifatnya yang jujur, tidak banyak bicara dan loyal terhadap majikan. Amat sulit rasanya di zaman sekarang ini mencari seorang pegawai seperti Syafe’i yang setia mengemban tugas yang sama lebih dari 20 tahun. Hal yang menarik dari diri Syafe’i pun adalah sifat qanaah yang dimilikinya. Gak ngoyo, selalu merasa puas dengan anugerah yang Allah berikan untuk dirinya dan keluarga.

Inilah manusia yang kaya pada hakikatnya. Ia senantiasa merasa cukup atas karunia Allah Swt. Tidak berharap lebih dari apa yang diberikan.

Pagi itu Syafe’i hendak berangkat menuju rumah majikannya. Sebelum meninggalkan rumah, Syafe’i dilepas dengan sebuah keluhan yang meluncur dari mulut istrinya perihal biaya pendaftaran kuliah anak mereka sebesar Rp 8 juta. Sang istri meminta Syafe’i untuk mencari dana sebesar itu, paling tidak dengan cara meminjamnya terlebih dahulu. Kemudian akan dicicil dari penghasilan bulanan mereka yang pas-pasan.

Baca lebih lanjut

Pluralisme Agama Masuk Desa

Saya fikir bahwa paham Pluralisme Agama adalah wacana yang terjadi di tataran akademik saja. Tapi, rupanya sudah masuk ke desa-desa


Oleh: Arif Munandar Riswanto*

Pada awal bulan Oktober 2010, saya diundang mengikuti acara halal bi halal Idul Fitri 1431 Hijriah di kawasan Bandung Timur. Sesuai dengan namanya, acara yang diadakan oleh Rukun Warga (RW) tersebut berisi silaturahmi warga sekitar.

Maklum, hampir seluruh warga di kampung tersebut adalah orang-orang perantauan. Jadi, ketika lebaran, mayoritas warga mudik ke kampung halamannya. Dengan demikian, maka otomatis, lebaran akan dilalui tanpa salaman. Karena, seperti yang telah menjadi tradisi kita, lebaran akan terasa kurang afdhal jika tidak bersalaman.

Agar tidak sekadar salaman saja, acara halal bi halal tersebut diisi dengan ceramah. Tampil yang memberikan ceramah adalah seorang sarjana jebolan Universitas Islam terkenal di Bandung. Agar matching dengan situasi dan kondisi, tema ceramah yang diangkat adalah seputar silaturahmi.

Saya sendiri terlambat mengikuti acara yang diadakan di halaman masjid tersebut. Beberapa menit di penghujung acara, saya baru datang. Ketika datang, saya pun langsung mendengarkan ceramah. Ceramah yang diberikan sangat cair. Sesekali diselingi humor ringan. Layaknya ceramah yang biasa diberikan kepada masyarakat awam.

Ketika baru datang, saya langsung mendengarkan penjelasan tentang silaturahmi. Pemateri kemudian menjelaskan akar kata silaturahmi yang berasal dari bahasa Arab. Namun, ketika sedang menjelaskan silaturahmi, saya kemudian sangat terkejut. Pemateri tersebut menjelaskan bahwa setiap Muslim yang tidak pernah ibadah ke masjid, orang Kristen yang tidak pernah pergi ke Gereja, dan orang Hindu yang tidak pernah datang ke Pura, hidupnya akan hampa. Karena, ia tidak pernah berhubungan (silaturahmi) dengan Tuhan. Dan, kehidupan orang seperti itu pasti akan menderita.

Saya sangat terkejut, karena isi ceramah yang disampaikan jelas-jelas menyamakan seluruh agama. Menurutnya, setiap pemeluk agama, baik Islam, Kristen, Hindu dan lain-lain, yang datang ke tempat ibadah masing-masih adalah orang-orang yang sedang “bersilaturahmi” dengan Tuhan. Tanpa melihat konsep Tuhan dan ibadah dari setiap agama.

Rasa terkejut saya semakin besar ketika materi seperti itu harus disampaikan kepada masyarakat awam. Di mana masyarakat yang tidak mengerti ajaran Islam begitu dalam.

Baca lebih lanjut

Indonesia Malaysia Jagalah Persaudaraanmu

Oleh Syaripudin Zuhri

Ada gejala yang membuat hati ini gundah gulana, ketika membaca berbagai macam berita tentang hubungan Indonesia dan Malaysia ( Indo-Mala) yang seakan seperti musush bebuyutan yang tak habis-habisnya digali untuk dinyatakan”musuh” yang mungkin sja dihebuskan oleh”tangan-tangan kotor” yang berusaha membuat situasi yang membuat runyuam dianatar kedua Negara yang sama-sama mencintai perdamaian, karean keduanya adalah Negara yang penduduknya mayoritas muslim, sedangkan muslim itu bersaudara, sedangkan dalam ajaran Islam dianjurkan untuk mendamaikan sauadar yang sedang bertikai, bukan malah “ngomporin” dengan berbagai cara yang lagi-lagi kotor! Bukan dengan bijak dan dengan penuh hikmah.

Gonjang ganjing perseteruan antaar Indonesia Malaysia membuat saya prihatin, saudara serumpun ini akan terkoyak koyak bila benar-benar terjadi perang beneran atau perang lewat media cetak dan media elektronilk termasuk lewat internet! Astagfirullah, justru menjelang hari yang fitrah gonjang ganjing ini terus menerus merebak dan damapknya samapi ke Moskow, khususnya para Mahasiswa kita yang sedang belajar di Rusia dengan mahasiswa Malaysia yang juga belajar di Rusia.

Apa lagi dengan istilah yang membuat hati sakit dan luka berdarah-darah, Malingsia, ini istilah yang sangat menusuk bagi siapapun yang punya hati nurani, punya jiwa, punya persaan yang tulus. Saya bukan orang Malaysia, saya tulen orang Indonesia, tapi saya banyak sahabat yang dari Malaysia, baik sahabat di dunia maya, maupun di dunia nyata. Dan itu terjalin erat di Rusia. Kami, saya dan orang-orang Malaysia, tunduk dan sujud pada sajadah yang sama, tunduk pada Tuhan yang sama dan agama yang sama !
Bahkan beberapa tahun lalu Indonesia dan Malaysia, melalui kedutaannya masing-masing di Rusia, bahu membahu mengadakan MTQ pertama kali di Rusia, Indonesia dan Malaysia( Indomala ) menjadi panitia bersama. MTQ ini diadakan di kedutaan Malaysia, jalan Ulipalme , Moskow, Rusia. Pada saat itu dilakukan di bulan ramadhan, dengan peserta dari berbagai negara Muslim yang ada di Rusia. Malaysia dan Indonesia rukun, harmonis dan tak ada gesekan apapun.

Baca lebih lanjut