Tafsir Kata ‘Jahiliah’

Assalamualaikum Wr Wb
Ustaz, apakah benar tafsir kata ‘jahiliah’ adalah kebodohan. Apakah sudah ada istilah jahiliah pada zaman jahiliah dahulu. Mohon jelaskan pula contoh-contoh jahiliah menurut Alquran. Terima kasih.

Fatih, Surabaya

Wa alaikumussalam Wr Wb
Terminologi ‘jahiliah’ muncul di dunia setelah periode Islam. Alquranlah yang memunculkan istilah ini. Karena itu, tak satu pun kamus bahasa yang mengangkat istilah jahiliah pada periode pra-Islam. Istilah jahiliah dalam Alquran kemudian dipopulerkan oleh Nabi SAW, seperti ungkapan beliau kepada sahabat Abu Dzar: “Sungguh masih ada dalam dirimu unsur kejahiliahan.”

Perkataan Rasulullah itu diriwayatkan Imam Muslim dari Abdurrahman bin Suweid, berkenaan dengan nasihat Rasulullah kepada Abu Dzar agar memperlakukan budaknya bukan dengan cara-cara jahiliah. Syariat islam yang dipesankan Rasulullah adalah memerintahkan Abu Dzar agar memberi makanan dan pakaian para budak seperti yang dimakan dan dipakai oleh majikan, juga larangan membebani mereka di luar batas kemampuan. Dianjurkan pula menolong dan meringankan beban pekerjaan mereka.

Baca lebih lanjut

Hadis tentang menutup aib saudara muslim

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar RA, Rasulullah SAW bersabda:

Muslim itu saudara(nya) muslim. Ia tidak boleh mendzholiminya dan tidak boleh menyerahkannya ke tangan musuh. Barangsiapa yang berkenan memenuhi hajat kebutuhan saudaranya, maka Allah pasti memenuhi hajatnya. Barangsiapa melepaskan suatu kesulitan muslim, maka Allah akan melepaskan darinya salah satu kesulitannya pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) muslim, maka Allah akan menutupi (aib)nya pada hari kiamat.

 

(Bukhari no. 2442 & Muslim no. 2580)

Menyikapi Pujian

Oleh Abdullah Hakam Shah MA

Pujian merupakan fenomena umum yang sering kita temui sehari-hari. Secara garis besar, pujian bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori: pujian yang diucapkan untuk menjilat, pujian yang sifatnya basa-basi, serta pujian yang dilontarkan sebagai ekspresi kekaguman.

Bila disikapi secara sehat dan proporsional, pujian bisa memotivasi kita untuk meraih pencapaian-pencapaian baru. Namun, kenyataannya, pujian justru lebih sering membuat kita lupa daratan. Semakin sering orang lain memuji, semakin besar potensi kita untuk terlena dan besar kepala. Sebab itulah, Ali RA berkata, ”Kalau ada yang memujimu di hadapanmu, akan lebih baik bila kamu melumuri mulutnya dengan debu daripada terbuai oleh ucapannya.”

Agar dapat menyikapi pujian secara sehat, Rasulullah SAW memberikan tiga kiat yang menarik untuk diteladani. Pertama, selalu mawas diri supaya tidak terbuai oleh pujian orang lain. Oleh karena itu, setiap kali ada yang memuji beliau, Rasulullah SAW menanggapinya dengan doa, ”Ya Allah, janganlah Engkau hukum aku karena apa yang dikatakan oleh orang-orang itu.” (HR Bukhari).

Lewat doa ini, Rasulullah SAW mengajarkan bahwa pujian adalah perkataan orang lain yang potensial menjerumuskan kita. Ibaratnya, orang lain yang mengupas nangka, tapi kita yang kena getahnya.

Baca lebih lanjut

Pernyataan Luthfi Assyaukanie Lukai Hati Umat

Meski tidak bermaksud menghina Nabi, pernyataan Luthfi yang menyamakan ajaran yang dibawa Rasulullah SAW dengan Lia Eden dinilai telah melukai perasaan


Hidayatullah.com–Pernyataan tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL), Luthfie Assyaukanie, yang menyamakan dakwah Nabi Muhammad Rasulullah dengan geliat aksi aliran sesat Lia Eden, kembali menuai kecaman.

Ketua MUI Pusat KH. Cholil Ridwan menilai, pernyataan Luthfie pada acara sidang MK, hari Rabu (17/2) di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, belum lama ini, sangatlah sensitif.

Pernyataan Luthfi yang mengatakan kasus Lia Eden sama dengan kondisi awal penyebaran Islam oleh Nabi Muhammad SAW, sangat menyesatkan dan melukai hati umat Islam.

“Itu harus dipidanakan, sebab ini sudah menodai ajaran agama Islam,” jelas Kiai Cholil, saat dihubungi Hidayatullah.com, Jum’at (19/2) pagi.

Cholis membandingkan pernyataan Lutfie dengan kasus yang menimpa SBY beberapa waktu lalu, ketika Presiden merasa disamakan seperti kerbau. Hal tersebut sempat membuat Presiden tersinggung karena nama baiknya dicemarkan.

“Presiden dihina saja dia keberatan. Ini yang dihina Nabi Muhammad. Masak ajaran sesat Lia Eden disamakan dengan agama Islam yang dibawa Nabi,” tegas Cholil.

Baca lebih lanjut

Krisis Pangan, Krisis Energi, dan Krisis Keuangan Tidak Ada Apa-apanya!

Oleh A Ilyas Ismail

Sudah sejak lama, disadari atau tidak, kita mengalami krisis keteladanan. Krisis ini sejatinya lebih berbahaya ketimbang krisis pangan, krisis energi, dan krisis keuangan. Berbagai krisis ini timbul justru karena tidak adanya pemimpin yang visioner dan tercerahkan, dalam arti mampu membawa umat kepada kehidupan yang mulia dan sejahtera lahir serta batin.

Kenyataan ini mendorong kita untuk merenungkan kembali posisi dan kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai suri teladan bagi umat manusia. Firman-Nya: ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab [33]: 21).

Baca lebih lanjut

Kekuatan Hasballah

flickr.com

Oleh Wiyanto Suud

Manusia tidak akan pernah mampu melawan setiap bencana, menaklukkan setiap derita, dan mencegah setiap malapetaka dengan kekuatannya sendiri. Mereka akan mampu menghadapi semua itu dengan baik, hanya jika menyerahkan semua perkara kepada Allah SWT.

Jika demikian halnya, maka kalimat hasbalah merupakan salah satu ucapan terbaik bagi yang senantiasa mengharapkan pertolongan-Nya. Kalimat  hasbalah berbunyi  Hasbunallah wa ni’mal wakil ni’mal maula wa ni’mal natsir (cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung).

Bacaan hasbalah itu pula yang diucapkan oleh Rasulullah SAW ketika sedang kesulitan akibat pengepungan selama beberapa minggu oleh pasukan Ahzab dalam perang Khandaq di Kota Madinah. Dengan bacaan tersebut, Rasul SAW dan umat Islam pun keluar sebagai pemenang.

Alquran mengabadikan peristiwa tersebut dalam surat Ali Imran [3]: 173, ”Yaitu orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka.’ Maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung’.”

Baca lebih lanjut