FUI Meminta Pemerintah Larang Keberdaan LSM Liberal

(Atasi Penyebaran Aliran Sesat)

JAKARTA–Puluhan ormas Islam yang tergabung dalam Forum Umat Islam (FUI) meminta agar pemerintah dan aparat keamanan untuk melarang keberadaan LSM-LSM liberal dan penyebar aliran sesat. ”Kepada pemerintah dan aparat keamanan kami harap untuk menggunakan kewenangannya guna melarang keberadaan LSM-LSM liberal dan penyebar aliran sesat kaki tangan kaum imprialis barat,” tegas Muhammad Al Khaththath, Sekjen FUI dalam aksi unjukrasa damai bersama ratuisan massa FUI di depan Gedung MK Jakarta, Rabu (24/2).

Ditambahkan Al Khaththath, bahwa FUI juga meminta pada pemerintah untuk mengaudit LSM-LSM tersebut dan keterlibatan imprialis asing di dalamnya, demi terwujudnya rasa terntarm umat beragama dan demi terjaganya keamanan dan stabilitas negara.

”FUI juga meminta pada MK untuk tidak menerima dan menolak permohonan uji materiil UU no 1/PNPS/1965 oleh LSM-LSM liberal maupun individu-individu liberal serta pembela aliran sesat tersebut. Justru kami memohon agar MK meningkatkan efektivitas UU No 1/PNPS/1965 dalam memberikan efek jera kepada para penoda dan pemalsu agama,” tegas Al Khaththath.

Baca lebih lanjut

Semua Agama berhak dapat Perlindungan

(Penodaan dan Penyimpangan Agama)

JAKARTA–Tidak saja umat Islam, namun umat agama lain juga berhak untuk mendapatkan perlindungan terhadap agamanya dari penodaan, penyalahgunaan dan penyimpangan. Ini ditegaskan Ahli dari MUI sebagai pihak terkait, Adian Husaini dalam pendapatnya yang dibacakan di sidang MK di gedung MK Jakarta, Rabu (24/2). ”Itulah sebenarnya tujuan terpenting dari eksistensi UU no 1/PNPS/1965 ini,” papar Adian yang juga anggota Komisi Kerukunan Umat Beragama MUI dan juga Ketua DDII tersebut.

Ditambahkan Adian, bagi umat Islam, sangat mudah untuk menentukan apakah satu aliran menyimpang sesat atau tidak. ”Sebab Islam memiliki karakter dan kriteria yang ketat sebagai sebuah agama wahyu. Dalam usianya yang lebih dari 1400 tahun, umat Islam merupakan satu-satunya umat beragama yang tidak berubah ibadahnya. Sebab umat Islam memiliki contoh atau model dalam kehidupan dan dalam ibadah, yaitu Nabi Muhammad SAW,” tambah Adian.

Baca lebih lanjut

Persis: Mazhab harus Dibedakan dengan Aliran Sesat

(Judicial Review Terhadap UU Penistaan Agama)

JAKARTA–Kuasa Hukum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis), Mahendradatta, menegaskan bahwa harus dibedakan antara mazhab dengan aliran sesat. Pernyataan Mahendradatta disampaikan pada Republika sesaat sebelum membacakan Pendapat Persis sebagai pihak terkait dalam sidang MK di Gedung MK Jakarta, Rabu (24/2).

”Pengusungan HAM hanya sekedar untuk membela orang yang justru merusak HAM orang lain, seperti pada kasus agar UU No 1/PNPS/1965 dicabut hanya akan menimbulkan banyak pelanggaran HAM. Kebebasan yang tidak terbatas justru akan menimbulkan pelanggaran dan chaos di masyarakat, bahkan NKRI akan terancam karena orang tidak suka dengan melihat Indonesia bersatu padu,” tandas Mahendradatta.

”Maka adanya beberapa regulasi negara dalam mengatur aspek kehidupan ‘beragama adalah penting’ yang antara lain ada kaitan juga dengan mazhab. Mazhab harus dibedakan dengan aliran sesat. Karena itu tidak relevan munculnya “aliran” yang sebenarnya bukan aliran, tetapi kelompok masyarakat yang hanya kaum sempalan,” tambahnya.

Baca lebih lanjut

Bahaya Aliran Sesat dan Menyesatkan


Sering kali umat Islam di Indonesia dikejutkan dengan munculnya aliran-aliran yang sesat, menyesatkan, dan membuat keresahan serta kegelisahan. Hampir tiap tahun (seolah-olah terprogram dan terencana) aliran-aliran tersebut bermunculan dengan nama yang berbeda-beda, meskipun secara substansi sama. Yakni, aliran yang pemimpinnya mengaku mendapatkan wahyu dari Allah sehingga mengaku menjadi nabi, mengaku menjadi Isa al-Masih, mengaku mampu berkomunikasi dengan malaikat Jibril, dan hal-hal lain yang bagi umat Islam sudah final dan tetap, tidak boleh diperdebatkan dan diikhtilafkan, karena semuanya sudah dijelaskan secara gamblang, baik dalam Alquran maupun sunah Nabi serta kesepakatan mayoritas atau jumhur ulama (ijma ulama).

Bahkan dalam praktik ibadah, aliran-aliran tersebut berani menciptakan aturan dan tata cara tersendiri, yang secara jelas menyimpang dari aturan Islam yang sebenarnya. Misalnya, tidak wajibnya shalat, shalat boleh menghadap ke arah mana saja, ibadah haji tidak perlu ke Makkah. Masalah-masalah tersebut sesungguhnya sudah masuk pada masalah qath’i dan pasti, yang apabila orang berpendapat lain, dapat dianggap murtad dan kufur, seperti halnya mengaku menjadi nabi dan rasul. Padahal Alquran secara tegas menyatakan bahwa Muhammad SAW adalah nabi dan rasul yang terakhir, sebagaimana yang diungkapkan dalam QS Al-Ahzab: 40.

Baca lebih lanjut