Keharusan Memerangi Orang Kafir

Assalamualaikum Wr,Wb

Pak Ustadz apa maksud dari tafsir :

Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang ada di sekitar kalian itu, dan hendaklah mereka merasakan kekerasan dari kalian. Ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS al-Taubah [9]: 123).

Mohon penejesannya Pak Ustadz ,apakah kita haru memerangi setiap ada orang kafir di sekitar kita atau seperti apa?

Terima Kasih ,

Wassalam

Salim

Jawaban

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Salim yang dimuliakan Allah swt

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ قَاتِلُواْ الَّذِينَ يَلُونَكُم مِّنَ الْكُفَّارِ وَلِيَجِدُواْ فِيكُمْ غِلْظَةً وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan Ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.” (QS. At Taubah : 123)

Didalam menafsirkan ayat diatas, Al Qurthubi mengatakan bahwa Allah swt membertitahu orang-orang beriman tentang cara berjihad. Hendaklah dimulai dengan daerah musuh yang terdekat terlebih dahulu baru setelahnya. Begitulah Rasulullah saw melakukannya dengan memulainya dari jazirah Arab lalu Romawi yang saat itu berada di Syam. (al jami’ Li Ahkamil Qur’an juz jilid IV hal 607)

Didalam sejarah disebutkan bahwa setelah Rasulullah saw berhasil menundukkan orang-orang musyrikin di jazirah Arab dan Allah membebaskan negeri-negerinya, seperti Mekah, Madinah, Thaif, Yaman, Yamammah dan lainnya dan menjadikan manusia dari berbagai pelosok jazirah berbondong-bondong masuk kedalam agama islam lalu beliau saw mengalihkan perhatiannya untuk memerangi orang-orang ahli kitab dengan memerangi orang-orang Romawi di tabuk pada tahun 9 H.

Setelah beliau saw wafat di tahun 10 H tepatnya sebelas hari setelah melaksanakan Haji Wada maka urusan jihad tersebut diteruskan oleh Abu Bakar dengan memerangi orang-orang yang murtad dan enggan membayar zakat.

Ibnu katsir menyebutkan bahwa setelah Abu Bakar memerangi orang-orang murtad dan enggan membayar zakat lalu dia mempersiapkan pasukannya untuk menuju Romawi para penyembah salib dan Parsia para penyembah api. Allah pun memberikan kemenangan kepada pasukannya, menundukkan Kisra dan Qoisar serta menginfakkan kekayaan dari kedua negeri itu di jalan Allah swt sebagaimana diberitakan oleh Rasulullah saw.

Urusan jihad kemudian beralih kepada al Faruq, Abu Hafshin Umar bin Khottob yang dengannya Allah swt menekuk kesombongan kaum akfir atheis, menundukan para thaghut dan orang-orang munafik. Umar berhasil menguasai kerajaan-kerajaan yang ada di timur dan barat…

Setelah Umar syahid dan menjalani hidupnya dengan kemuliaan maka para sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar bersepakat untuk memberikan kekhilafahan Amirul Mukminin kepada Utsman bin ‘Affan… Pada masa Utsman, islam mengalami kejayaan di timur dan barat dan kalimat Allah menjadi tinggi.. (Tafsir Al Qur’an Al Azhim juz IV hal 238)

Semisal dengan surat At Taubah ayat 123 ini adalah surat Al Fath : 29

مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ

Artinya : “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (QS. Al Fath : 29)

Kedua ayat tersebut bukanlah ditujukan kepada semua orang kafir akan tetapi hanya terhadap orang-orang kafir yang memerangi kaum muslimi. Setiap muslim diperintahkan untuk berbuat baik kepada semua manusia termasuk orang-orang kafir yang suka perdamaian dan tidak memerangi kaum muslimin, sebagaimana perintah Allah swt.

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

Artinya : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah : 8)

Wallahu A’lam

Sumber: eramuslim

Satu komentar di “Keharusan Memerangi Orang Kafir

  1. Assalammualaikum Wr Wb, saya mau bertanya: kami membagi harta warisan kedua orang tua kami dengan sama rata. Setelah pembagian, masih didapat sisa yg kemudian diberikan kepada dua orang kakak saya yang belum punya rumah. Disamping itu kami yang sudah punya rumah diminta lagi sejumlah uang yang diberikan kepada kedua orang kakak saya tadi untuk menambah membeli rumah. Tapi karena salah seorang kakak saya tersebut (A) ingin pergi haji, maka saya menyarankan untuk mempergunakan uangnya untuk pergi haji, dan selanjutnya bisa tinggal di rumah saya. Tapi suaminya (B) membujuknya untuk tetap beli rumah. Akhirnya A membeli sebuah rumah selain dari uang sisa pembagian dan dari kami ditambah dengan sebagian kecil dari uang pembagiannya sendiri. Perlu diketahui bahwa selama ini B dalam mencari nafkah tidak cukup untuk kehidupan mereka, sehingga kami keluarga A membantunya. Namun sangat disayangkan kelakuan B sangat tidak patut, sering perkataan yang dilontarkannya sangat kasar juga sering mengabaikan kata-kata istrinya (A). Padahal B adalah seorang lulusan S1 jurusan tentang agama, seorang guru mengaji dan kadang diminta untuk memberikan ceramah. Itu tidak tercermin dari sikap dan perbuatannya terhadap kakak saya. Perkawinan A dan B tidak dikaruniai anak. Tak lama setelah membeli rumah, A meninggal. Masih terbujurpun kakak saya, B tetap menunjukan kelakuan yang tidak terpuji. Dia menerima telepon ataupun menelpon sambil tertawa-tawa, sehingga kami heran dibuatnya. Dan ketika A hendak diturunkan keliang lahatpun semula B tidak mau turun untuk menyambutnya. Setelah kami suruh, barulah B turun. Setelah A meninggal, kami berniat untuk membadalhajikan A. Semula B menentang, tapi setelah kami katakan bahwa biaya badal haji tidak semahal kalau kita berangkat haji, barulah dia setuju. Selanjutnya kami minta kepada B untuk menyerahkan rumah, karena di dalam harga rumah tersebut ada bagian warisan orang tua kami yang belum terbagi serta uang kami, karena uang kakak saya hanya sebagian kecil saja dari harga rumah tersebut. Dan karena selama ini nafkah yang diberikan oleh B tidak cukup untuk kehidupannya, maka kami berpendapat B tidak berhak mendapatkan warisan. Kami hanya akan memberikan uang kerohiman saja. Selanjutnya seluruh harta yang ditinggalkan setelah mengembalikan hak-hak kepada yang lain, akan kami sedekahkan untuk kedua orang tua kami dan kakak saya tersebut, yang insyaAllah menjadi amalan yang berkelanjutan mengingat A tidak memiliki anak. Namun B menolak dan tetap tinggal di rumah tersebut, dan meminta setengah dari seluruh harta termasuk rumah. Kakak saya (C) marah besar dan terjadi pertengkaran hebat antara C dengan B. Kemudian C mengusir B. Akhirnya B pergi, tapi dengan segala macam cacian dan makian ke keluarga kami. Bagaimana solusi yang terbaik yang sesuai Al Quran?
    Wassalammualaikum Wr Wb

Tinggalkan komentar