Permen Manis Bernama Dialog Antaragama

Tanpa kesalingpahaman antarpara pemeluk agama, tanpa  dukungan dan ketegasan para pemimpin negara masing-masing, dialog apapun hanya sia-sia

Oleh : Elvan Syaputra*

Baru-baru ini, Negara Swiss menetapkan hasil referendum yang menolak simbol menara masjid berdiri di negeri itu. Peristiwa maraknya kasus penolakan atas simbol-simbol agama dalam sebuah Negara merupakan wacana kontemporer umat beragama, khususnya ummat Islam saat ini. Pelarangan menara masjid  oleh pemerintahan Swiss merupakan tombak dari terpecahnya kerukunan umat beragama dan icon kebebasan yang selama ini amat dijunjung dan disanjung-sanjung di negeri Barat dan Eropa.

Kebebasan dan Hal Asasi Manusia (HAM) –yang selama ini amat disakralkan Barat—dalam perjalanannya tak sesakral saat dipraktikkan. Dengan alasan pelarangan,  pemerintah Swiss  mengharuskan masyarakat Muslim bersinergi dengan budaya setempat. Di Jerman, Prancis, dan Belanda, kaum Muslim diharapkan berintegrasi. Tidak menonjolkan identitas agama. Hal ini sesungguhnya lebih bernuansa  memojokan umat Muslim.

Konferensi para pemuka agama yang diprakarsai Communita Saint di Egidio, 21-24 Oktober di Napoli, membicarakan banyak tentang keharmonisan dan kerukunan antarumat beragama. Akan tetapi konferensi yang menghadirkan 400 tokoh agama ini tidak sepakat kepada sebuah keputusan yang dapat diterima oleh semua lapisan agama, khususnya agama Islam, yang menjadi sorotan dan fokus utama dalam perkumpulan pemuka agama tersebut. Pemecahan masalah yang diprakarsai oleh pemuka agama lebih condong kepada jalur kerukunan dan jalur kesepahaman saja. Tidak terdapat ketegasan yang final dalam menentukan apa yang harusnya dibatasi dan apa yang harusnya didukung oleh kalangan agamawan, baik praktisi maupun yang sifatnya universal.

Baca lebih lanjut

Siapa Bilang AS Mau Angkat Kaki dari Afghanistan?

Presiden AS Barack Obama boleh saja beretorika akan menarik pasukannya dari Afghanistan dalam sekian bulan atau tahun. Tapi tidak demikian halnya dengan Menteri Pertahanan Robert Gates yang terang-terangan mengatakan bahwa tidak ada batas waktu bagi penarikan mundur pasukan AS di Afghanistan. Itu artinya, AS bisa selamanya menjajah dan memporak-porandakan Negeri Para Mullah itu.

“Terus terang, saya benci dengan istilah strategi keluar,” kata Gates. Dengan sesumbar, Gates berjanji akan lebih fokus untuk memburu anggota dan para pendukung Al-Qaida dengan “tujuan yang jelas dan kemajuannnya bisa terukur.”

Baca lebih lanjut

Kamp Guantanamo Tak Jadi Ditutup 2010

Nasib para tahanan di kamp penjara Guantanamo suram karena tidak jelas kapan AS akan menutup penjara yang dijadikan tempat penyiksaan dan pelecehan para tersangka teroris.

Presiden AS Barack Obama yang menjanjikan akan menutup kamp Guantanamo pada Januari 2010, menarik ucapannnya dan mengatakan bahwa pemerintahannya tidak bisa memenuhi target penutupan kamp penjara yang terletak di Teluk Guantanamo, Kuba itu.

“Target kami untuk menutup Guantanamo bakal meleset,” kata Obama dalam sebuah siaran di stasiun televisi NBC.

Obama menyatakan, ia tidak akan menentukan tenggat waktu baru bagi penutupan kamp penjara itu dan hanya menjanjikan bahwa kamp tersebut pasti akan ditutup. Itu artinya, nasib sekitar 200 orang tahanan yang masih berada di penjara tersebut, masih terkatung-katung.

Baca lebih lanjut

Konferensi Anti Rasisme, Obama Melindungi Israel

barack-o_242_180Hanya karena mengecam Israel, yang sudah melakukan kejahatan terhadap rakyat Palestina, selama puluhan tahun, dan terakhir Israel melakukan pembantaian terhadap rakyat Palestina di Gaza, maka AS, tidak mau hadir di dalam Konferensi Anti Rasisme, yang akan berlangsung di Jenewa. Presiden Obama, yang masih berada di Ibukota Trididad, Tobaqo, mengecam konferensi itu, sebagai tindakan yang munafik.

Konferensi yang akan berlangsung di Jenewa, yang berlangsung itu, mendapatkan tantangan dari Israel, AS, Canada, Australia, Jerman, Belanda, Perancis, dan Austria, negara-negara itu secara terbuka menyatakan boikot terhadap konferensi yang sedang berlangsung. Sementara itu, perintah Inggris ingin mengirimkan delegasinya untuk hadhir. Sejauh ini, Presiden AS, Barack Obama, menilai bahwa Konferensi Anti Rasisme itu, ia nilai penuh dengan antagonism, dan hanya memojokkan Israel. “Ini sangat hipokrit dan kontraproduktif”, ujar Obama. Keputusan Obama, tidak akan mengirim delegasi ke dalam konferensi itu. AS memboikot konferensi itu, serta menegaskan, bahwa Obama, menginginkan agar konferensi itu, merupakan kerjasama yang baik antar negara, dan menghentikan segala bentuk diskriminasi.

Tapi, anehnya, justru AS menolak hadhir, hanya karena konferensi itu, draf akhirnya secara terang mengecam terhadap Israel, yang melakukan praktek diskriminasi dan sangat rasialis. Baca lebih lanjut

Don’t Expect Too Much On Obama!!

Obama Among Jewish People

It is obvious that Barack Hussein Obama, the current president of United States of America (USA), used a very hypnotic slogan in his presidential campaign last year (2008), which was “CHANGE: We Can Believe In“. That slogan had successfully drugged most people of USA, and even most people of the world, including Indonesia. It is understandable, as he had been expected by the world to be able to change the USA’s foreign policies, after all the mess his predecessor –George Walker Bush– had done with Iraq, Afghanistan, Guantanamo, and most of the Muslim world.

Many people in Indonesia even had more pride and hope on him becoming the president of a superpower country. In my opinion, that was because of one rather unacceptable reason, which was an improper pride of Barry (the nickname of little Obama), concerning that he had been staying and studying in Jakarta for a couple years, when he was just an elementary school kid. They might have different opinion if only they know the truth. Now I can say, don’t expect too much on Obama! Why? I’ll tell you why.

Read more..