Homoseksual dan Lesbian dalam Perspektif Fikih

Haramnya homoseksual dan lesbian ini, sudah menjadi Ijma’ (ketetapan) ulama Islam. Artinya, tak ada diantara mereka yang berselisih.

Oleh: L. Supriadi, MA*


Hidayatullah.com–“Kurang syah, jika tak nyeleneh.” Kalimat ini, barangkali tepat untuk dikatakan pada para aktivis gerakan Islam Liberal. Sikap nyeleneh itu, paling tidak disampaikan oleh Dr. Siti Musdah Mulia –yang katanya– guru besar UIN Jakarta baru-baru ini.

Dalam sebuah diskusi yang diadakan di Jakarta hari Kamis 27 maret 2008 lalu, tiba-tiba ia mengeluarkan pernyataan bahwa homoseksual dan homoseksualitas adalah kelaziman dan dibuat oleh Tuhan, dengan begitu diizinkan juga dalam agama Islam. (dilansir hidayatullah.com, Senin 31 maret 2008). Tak hanya itu, Siti Musdah melanjutkan bahwa sarjana-sarjana Islam moderat mengatakan tidak ada pertimbangan untuk menolak homoseksual dalam Islam, dan bahwa pelarangan homoseks dan homoseksualitas hanya merupakan tendensi para ulama.

Baca lebih lanjut

Persis: Mazhab harus Dibedakan dengan Aliran Sesat

(Judicial Review Terhadap UU Penistaan Agama)

JAKARTA–Kuasa Hukum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis), Mahendradatta, menegaskan bahwa harus dibedakan antara mazhab dengan aliran sesat. Pernyataan Mahendradatta disampaikan pada Republika sesaat sebelum membacakan Pendapat Persis sebagai pihak terkait dalam sidang MK di Gedung MK Jakarta, Rabu (24/2).

”Pengusungan HAM hanya sekedar untuk membela orang yang justru merusak HAM orang lain, seperti pada kasus agar UU No 1/PNPS/1965 dicabut hanya akan menimbulkan banyak pelanggaran HAM. Kebebasan yang tidak terbatas justru akan menimbulkan pelanggaran dan chaos di masyarakat, bahkan NKRI akan terancam karena orang tidak suka dengan melihat Indonesia bersatu padu,” tandas Mahendradatta.

”Maka adanya beberapa regulasi negara dalam mengatur aspek kehidupan ‘beragama adalah penting’ yang antara lain ada kaitan juga dengan mazhab. Mazhab harus dibedakan dengan aliran sesat. Karena itu tidak relevan munculnya “aliran” yang sebenarnya bukan aliran, tetapi kelompok masyarakat yang hanya kaum sempalan,” tambahnya.

Baca lebih lanjut

Menag: Pesantren adalah Benteng Umat Islam

Menteri Agama Suryadharma Ali

SERANG–Menteri Agama Suryadharma Ali menegaskan bahwa sistem pendidikan di pondok pesantren adalah sistem pendidikan yang sangat bagus. ”Ponpes adalah bentengnya umat Islam. Pondok pesantren adalah bentengnya ajaran Islam,” tegas Menag dalam sambutannya pada Milad ke-42 Pondok Pesantren Daar El Qolam, Serang, Rabu (20/1).

Menag berharap bahwa alumni-alumni pesantren yang nantinya bisa menjadi pemimpin. ”Tampil sebagai pemimpin untuk membina ahlak dan ketaqwaan umat serta mencegah segala bentuk kemungkaran,” papar Menag.

Dikatakan Menag bahwa tantangan umat Islam ke depan semakin berat. ”Karena sekarang muncul idealisme kebebasan, idealisme berdasarkan hak-hak asasi. Namun berupa demokrasi yang kelewat batas,” kata Menag. Ia mencontohkan adanya sekelompok orang, LSM dan pribadi yang menggugat ke MA untuk kebebasan beragama dan mengamalkan agamanya yang berupa agama baru,” tutur Menag.

Ditegaskan Menag, mengantisipasi hal-hal semacam itu merupakan salah satu tugas para santri dan alumni pesantren.

Sumber: Republika Online

Permen Manis Bernama Dialog Antaragama

Tanpa kesalingpahaman antarpara pemeluk agama, tanpa  dukungan dan ketegasan para pemimpin negara masing-masing, dialog apapun hanya sia-sia

Oleh : Elvan Syaputra*

Baru-baru ini, Negara Swiss menetapkan hasil referendum yang menolak simbol menara masjid berdiri di negeri itu. Peristiwa maraknya kasus penolakan atas simbol-simbol agama dalam sebuah Negara merupakan wacana kontemporer umat beragama, khususnya ummat Islam saat ini. Pelarangan menara masjid  oleh pemerintahan Swiss merupakan tombak dari terpecahnya kerukunan umat beragama dan icon kebebasan yang selama ini amat dijunjung dan disanjung-sanjung di negeri Barat dan Eropa.

Kebebasan dan Hal Asasi Manusia (HAM) –yang selama ini amat disakralkan Barat—dalam perjalanannya tak sesakral saat dipraktikkan. Dengan alasan pelarangan,  pemerintah Swiss  mengharuskan masyarakat Muslim bersinergi dengan budaya setempat. Di Jerman, Prancis, dan Belanda, kaum Muslim diharapkan berintegrasi. Tidak menonjolkan identitas agama. Hal ini sesungguhnya lebih bernuansa  memojokan umat Muslim.

Konferensi para pemuka agama yang diprakarsai Communita Saint di Egidio, 21-24 Oktober di Napoli, membicarakan banyak tentang keharmonisan dan kerukunan antarumat beragama. Akan tetapi konferensi yang menghadirkan 400 tokoh agama ini tidak sepakat kepada sebuah keputusan yang dapat diterima oleh semua lapisan agama, khususnya agama Islam, yang menjadi sorotan dan fokus utama dalam perkumpulan pemuka agama tersebut. Pemecahan masalah yang diprakarsai oleh pemuka agama lebih condong kepada jalur kerukunan dan jalur kesepahaman saja. Tidak terdapat ketegasan yang final dalam menentukan apa yang harusnya dibatasi dan apa yang harusnya didukung oleh kalangan agamawan, baik praktisi maupun yang sifatnya universal.

Baca lebih lanjut