Teologi Wal-Ashri

Haedar Nashir
Oleh Haedar Nashir

Apa makna kembang api dan terompet ketika banyak orang merayakan kehadiran tahun baru? Sulit menjawabnya, karena kita tidak diberi tahu dengan jelas tentang jenis budaya apa dan milik siapa kebiasaan yang kemilau seperti itu. Kita hanya meraba-raba itulah budaya populer yang sumir. Budaya serbagemerlap dan disukai banyak orang, tetapi sesungguhnya kering makna.

Di pusat keramaian, klub malam, kafe, hotel berbintang, hingga sudut kota, orang-orang menyambut tahun baru Masehi dengan kemeriahan. Lagu ‘Tahun Baru’ pun dinyanyikan dengan penuh gairah. Kehadiran pukul 00.00 disongsong dengan hitungan mundur penuh sukacita. Entah apa yang membuat orang-orang harus meluapkan sukacita yang penuh gairah semacam itu?

Padahal, ketika tahun baru itu tiba, sesungguhnya usia makin berkurang satu tahun. Sisanya, tinggal menghitung hari, bulan, dan tahun kapan batas usia yang bernama ajal akhirnya tiba. Jumlah hitungan usia terasa bertambah, namun sesungguhnya kian surut.

Setiap tahun baru tiba, usia kita berkurang satu tahun, begitu seterusnya hingga kematian mengakhiri segalanya. Lalu, untuk dan atas nama apa kegembiraan dan seluruh energi sukacita itu diluapkan?

Baca lebih lanjut